بسم الله الرحمن الرحيم
Indahnya Aceh ini kalau berlaku syariat islam yang ada didalam kitab kuning. Syariat yang tidak menyakiti siapapun. Syariat yang selalu membawa Aceh kepada kedamaian, ketengangan dan dalam kemajuan yang pesat. Seperti perkembangan di Brunai Darussalam. Berlandaskan kepada I’tikad Ahlussunnah wal Jamaah dan Bermazhabkan syafi’iyah.
Kapankah itu akan terwujud?.
Emangnya sekarang i’tikadnya apa, mazhabnya apa?.
Ya, jelas kita menganut i’tikad ahlussunnah wal jamaah dan bermazhabkan syafi’iyah.
Jadi kalau bermazhabkan syafi’iyah kenapa didayah tidak mengaji kitab Al-Um. Kenapa mengaji kitab di Ulama sesudah beliau?.
Al-Um itu lebih kental ibarat. Lebih sukar dipahami dalam ketimbang kitab yang sudah di syarahkan oleh ulama sesudah imam syafi’i. Jadi apa salahnya kita beli nasi di warung. dari pada kita tanam padi sendiri, menunggu 4 bulan panen. Sedangkan kita butuh saat itu juga. Mati kelaparan kita. begitulah memahami ibarat langsung bisa2 apa yang kita kerjakan bertentangan dengan hukum Asli. Matilah kita.
Makanya khayalan akan indahnya Aceh nanti kedepan adalah fatamorgana. Seolah tahun depan Aceh akan bahagia. Tetapi tetap meuseuruek dalam lobang yang sama. Sampai kapan penderitaan akan berakhir. Sampai ajal tidak lagi di kandung badan, sampai itulah.
Kita sangat prihatin akan akidah generasi kedepan. Kita juga sepatutnya prihatin akan mazhab yang akan dianut oleh generasi kedepan. Bila kedepan banyak generasi kita berkiblat pada negeri barat. Bagaimana jadinya Aceh. disatu sisi aceh perlu untuk di jaga dan dilestarikan keistimewaannya dan satu sisi yang lain orang-orang ingin aceh seperti Amerika.
Hanya Allah swt yang tau bagaimana nasib Aceh kedepan. Kita yang ada di bumi ini tugasnya menjadi hamba yang baik. Yang tidak menjadi perusak generasi tetapi pembangun generasi.
Acehku cinta, acehku bangga. Ulama ku cinta, Ulama ku Bangga. Pemimpinku sayang, pemimpinku malang.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Acehku Sayang Pemimpinku Malang"
Posting Komentar