بسم الله الرحمن الرحيم
Buka kitab As-Syarkawi A’la Al-Hudhudi!. Lihat halaman 110. arahkan mata pada item [ش]. Disana dijelaskan dengan detail tentang makna ”mumkin” dalam istilah tauhid.
Rumusnya: Mumkin = Jaiz. Artinya: ”sesuatu yang boleh dan tidak terjadi—pada akal.dan tidak ada sesuatu yang mendominasi [murajjeh] untuk boleh/tidak terjadi.”
Kita melakukan sembahyang sehari-semalam lima kali mengharapkan pahala. Tetapi perlu diketahui bahwa Allah swt tidak wajib memberikan pahala kepada kita—boleh ada pahala boleh tidak ada. Itu adalah urusan Allah swt.
Masyarakat indonesia sedang dilanda oleh bencana. Seandainya seluruh penduduk indonesia melaksanakan taubatan Nasuha. Tidak lagi mengulangi maksiat, menutup aurat, tidak lagi berzina maka juga tidak wajib bagi Allah untuk menghentikan bencana itu. Semuanya adalah urusan tuhan, kita hanya berusaha menjauhkan maksiat.
Bila masyarakat Aceh melakukan maksiat juga tidak wajib bagi Allah swt menurunkan bala. Boleh saja banyak maksiat rakyat kita akan bertambah makmur. Bertambah tempat perzinaan akan menambah devisa propinsi dan rakyatnya kaya raya. Tetap Allah swt tidak wajib menurunkan bala. Itu kehendak ilahiyah.
Kita manusia harus sadar dengan keberadaan kita didalam dunia ini. Tidak sedikit dari kehidupan kita yang seolah itu adalah wajib. Bahkan berdoa untuk mendapat untung besar, seolah adalah kewajiban Allah untuk memberikan. Tugas kita berdoa dan berusaha[baca: Ibadah].
Jika Allah swt: [1]. Wajib memberi pahala—misalnya; [2]. Mustahil mendatangkan musibah—contohnya. Berarti telah berobah sesuatu yang ”mumkin” kepada yang Wajib/mustahil. Dan; ini, memang mustahil terjadi.
***
Catatan Selasa, 30-11-2010
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "”Mumkin”-kah(?)"
Posting Komentar