Menulis skripsi sangat sukar. Aku belum memulainya sedangkan para lulusan fakultas di tempatku kuliah sudah banyak yang sibuk-sibuk membuat profosal.
Kata temanku: “Langkah pertama adalah membuat profosal. Langkah selanjutnya menaikkan ke akademik. Apakah diterima ataupun tidak itu nasib mu nanti.
Dibilik terasa suasana seru menderu dengan hafalan orang bilik. Semua hafal kitab sedangkan pikiranku kacau dengan skirpsi. Apa yang harus ku perbuat sekarang. Teman-teman sudah banyak yang membuat kitab menjadi mudah. Akupun punya dua jalan untuk menyelesaikan skripsi ataupun menghafal kitab ”sambil meuawee”.
Pikiranku benar-benar kacau,
”Ooooooh,,,” gurmanku lagi.
Tidak ada jalan lain yang harus kutempuh. Jalan buntu hanya menghantarku kedepan dua masalah. Dimana aku harus mengadu?
Akupun mencoba untuk bertanya kepada ustaz yang mengajar ku. Aku dekati beliau. Kudatang kebilik beliau. Ragu-ragu juga aku kesana. Rasanya aku segan banget sama beliau. Tetapi kebuntuan pikiranku harus ku tuntaskan sekarang.
Aku pun bergegas menuju kebilik ust. Beliau entah ada didalam aku tidak tahu. Kulihat Cuma sepasan sandal jepit swallow yang masih basah dengan air bersandar megah dihadapan pintu. ”Ini pasti ada ust,” gumanku lagi dalam hati.
Biasanya kalau ada sandal ada orang. Kalau tidak ada sandal tidak ada orang. Kuberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar yang berwarna coklat. Pintu yang tidak memakai kunci diluar itupun berbunyi ketukan tiga kali. Tuk-tuk-tuk. ”Assalamua alakum!.”
Tidak ada jawaban.
Kuketuka lagi sekali, dan ucapan salamun alaikum kembali ku alamatkan.
Terdengar suara bisik-bisik didari dalam bilik. Kucoba perhatikan dengan seksama. Kedengarkan bunyi itu. Ternyata ust sedang salat dhuha. Pikirku.
Kuberdiri dihadapan pintu. Menunggu salat usai. Pasti ust akan membukakan pintu juga. Tidak lama aku menunggu, akupun mendapatkan pintu terbuka. Kulihat wajah ust yang masih berseri dengan wajah wudhu’nya berkilat. Kilauan kaarifan dan kewibawaan seorang guru yang patut digugu.
Oe, kamu Amir, silahkan masuk. Ucap beliau.
Aku mencium tangannya. Akupun masuk bersamaan dengan dipersilahkannya masuk.
Suasana didalam bilik ust tenang. Di dinding terlihat banyak kitab yang rapi teratur . Diranjangnya juga ada kitab yang masih terbuka. Kulihat dengan seksama kitab itu. pantesan guruku ini surahnya selalu menjurus ke mantek. Ternyata kitab mantek yang sering menjadi andalan beliau dalam membaca. ”Inilah tugas beliau sehari-hari di bilik” terlintas dalam hati.
Akupun menanyakan kepada ust. Tentang masa depanku yang dihadapi oleh dua persoalan. Antara malas belajar agama dan harus mempersiapakan profosal skirpsi. Aku benar-benar mengharapkan nasehat ust.
Hai anakku, perhatikan sebuah pepatah arab. Engkah harus menjadi pintar. Engkau tidak boleh meninggalkan ilmu agama. Boleh mengambil ilmu lain asalah engkah tidak meninggalkan ilmu agama. Karena inilah ilmu yang membawa kita untuk melakukan ibadah kepada Allah swt. Juga menjadi perdoman saat kita dengan masyarakat. Sedangkan ilmu duniawi hanya menghantarkan kita keambang perkerjaan. Itupun kalau ada.
Suasana hening sesaat, aku menarik nafas dalam-dalam sambil tertunduk. Sekitar 2 menit ust tidak berbicara.
Kudengarkan nasehat ust. Begitu lembutnya. Begitu halusnya cara penjabaran. Aku menjadi terbuka untuk selesainya masalah.
Tidak ada masalah yang akan usai kalau kita lari dari masalah. Sekarang Amir dihadapkan dengan skripsi. Maka buatlah skripsi dulu. skripsi juga latihan bisa menjadi latihan untuk mengembangkan bakatmu nak!.
Duh, betapa ayemnya aku ketika dipanggil Nak, serasa dibawa ke taman yang indah.
Terimakasih ust, akhirnya aku buatkan skripsi berjudul ” Peran Majalah Dinding Sebagai Sarana Penyaluran Kreativitas Santri Dalam Menulis Artikel”
Artikel keren lainnya:
3 Tanggapan untuk "catatanku membuat skripsi"
thanks, catatan nya menjawab pertanyaan yang mengambang pada yang disini,,
trims bnyak...
hehehe,,,
ya,,,
memang banyak kali yang mengambang,, tetapi tulah,, susah juga buat skripsi.......
capek,, dex....
tapi harus tetap semangat,,
iy...
Posting Komentar