بسم الله الرحمن الرحيم
Ada hal menarik yang perlu kita bahas dalam tulisan ini. Masalahnya mungkin bisa dibilang sepele. Namun jangan disepelekan setiap masalah. Karena makin memperparah masalah bila masalah itu dianggap sepele.
Mengaji kitab kuning didayah tidak sama seperti membaca buku. Kalau hukum dibaca lewat buku maka mudah saja. Bahkan orang bisa bilang: “buat apa belajar lama-lama didayah, kan hukum bisa langsung belajar pada buku bukan pada kitab kuning?.”
Pertanyaan yang sangat simple. Namun jawabannya perlu tinggal lama didayah. Tidak bisa saya uraikan didalam tulisan ini. Kenapa saya bilang demikian?. Karena hidup lama didayah itu bukan hanya untuk belajar hukum. Jauh dari itu, juga belajar memperbaiki akhlak yang ada dalam tubuh manusia.
Kalau Cuma membaca buku tidak meresap seperti meresapnya membaca kitab. Hati kita tidak begitu tentram dengan membaca buku. Namun membaca kitab punya nilai tambah yang tidak didapatkan dari membaca buku.
Lihat saja, kitab kuning dimulai dengan Basmallah dan puji syukur kepada Tuhan serta selawat salam kepada Nabi. Kemudian ditutupi dengan mengucapkan selawat salam kepada Nabi diakhir sebuah kitab. Apakah dibuku ada seperti itu?.
Sebenarnya ulama dahulu menulis kitab masih mengikuti yang diperintahkan oleh Nabi. Menulis kitab dengan keikhlasan bukan untuk arena komersil ilmu. Kepada Allahlah kita minta pertolongan dan kepada Allahlah kita Kembali.
Sedikit saja karangan ulama klasik kita baca. Terbesit indah dihati kita ‘tabarrukan’ artinya; mencari berkah. Sedangkan bila membaca buku tidak terlintas seperti itu. Karena apa?. Buku bukan hanya ditulis oleh orang islam juga buku ditulis oleh orang non muslim.
Disini saya bukan melarang membaca buku!. Jangan salah persepsi nantinya. Baca saja buku; hal ini tidak bermasalah bila tidak menyeret pembaca ke jurang kemungkaran, kenistaan bahkan dapat tersesat dijalan yang salah.
Makanya didayah diwajibkan mempunyai kitab kuning sendiri. Bukan kitab orang lain. Supaya kita dapat membacanya dan dapat mengamalkan langsung isi dari kitab kuning tersebut. Beramal tanpa belajar hanya bernilai kosong. Tidak ada harganya sama sekali.
Sama seperti orang yang mengerjakan mandi. Bila mandi dengan air got. Sia-sia mandi itu. Walaupun dinamakan mandi juga. Tapi kan beda; mandi dengan air sungai dan mandi dengan air got.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Perbedaan kitab kuning dengan buku"
Posting Komentar