بسم الله الرحمن الرحيم
Inna lillahi wa inna ilaihi ra jiun. Berpulangnya Abuya Doktor Muhibuddin Wali merupakan sebuah kesedihan besar bagi dunia ini. Karena dengan meninggalnya ulama pertanda lampu pelita yang menerangi hati umat tidak ada lagi. Abuya Doktor rupakan seorang ulama kharismatik yang ada diAceh.Anak ulama menjadi ulama. Subhanallah.
Sebagai seorang santri saya pernah melihat beliau datang kedayah tercinta. Beliau memberikan ijazah tarikat kepada para dewan guru dan santri. Tarikat yang mu’tabarah dan tidak sesat menyesatkan ini bernama tarikat naksyabandi. Dengan sanat yang raseh hingga Rasulullah SAW.
Meninggalnya ulama merupakan kerugian besar para santri. Dikala telah berpulang kerahmatullah seorang alim maka disitulah letak penyesalan. “Kenapa waktu ada beliau kita tidak belajar dengan yakin, tidak menanyakan kitab, tidak ini dan tidak itu!”
Tantangan kedepan di Aceh sangat berat. Kalau tidak ada ulama orang-orang jahil akan seenaknya mengobok-ngobok negeri tercinta. Kalau tidak ada yang ditakuti didalam keluarga maka dia tidak akan menjadi anak yang patuh. Lihat saja seorang anak yang ditinggal pergi oleh ayahnya. Dia akan menjadi bandel, “tungang, beue, batat klo.“
Seorang saja ulama pergi lebih parah dari stunami yang melanda Aceh. Kalau keadaan kota banda Aceh dulunya waktu sebelum stunami lebih sedikit. Namun sekarang setelah stunama bisa bertambah banyak. Tetapi berbeda dengan meninggalnya ulama. seorang meninggal maka tidak ada yang bisa menggantikannya.
Sayang ya, bila Aceh tidak ada lagi ulama!.
Bukan ulama yang seperti dituliskan oleh segelintir orang. Ulama biologi, ulama kimia, ulama fisika, ulama bahasa inggris, bukan itu!.
Kalau ulama seperti ini satu mati bisa berganti seribu. “Hilang satu tumbuh seribu” kata orang bijaksana. Namun bila ulama Dayah meninggal maka penggantinya sangat sukar untuk didapatkan.
Allah SWT telah menguji kesabaran kita. Apakah kita bertambah ma’siat dengan hilangnya orang yang melarang kita berma’siat?. Yang jelas, bila tidak ada lagi orang yang mengerti hukum agama maka kedepannya ilmu yang didapatkan dari kitab kuning ini akan hilang. Karena ulama kita menjadi lampu bagi kita dengan menakalkan pendapat-pendapat yang ada didalam kitab kuning. Kitab karangan ulama-ulama dahulu.
Nah, kalau tidak ada lagi ulama yang menyapaikan isi kitab kuning. Kita akan buta warna. Akan buta aksara. Akan buta surah kitab untuk kita implementasikan kedalam kehidupan. Dan; akhirnya akan keluar kata-kata “Capek kita pahami kitab kuning, kita ambil saja langsung hukum dari ayat dan hadist!.”
Nauzubillah Ya Allah.
Hidup kami masih membutuhkan bimbingan ulama. hidup didunia yang fana ini dan sebentar ini tidak luput dari jejaknya para ulama. kami tidak bisa melangkah kalau tidak diajari ilmu agama oleh guru-guru kami. Sungguh beruntung hidup di Aceh karena ulama di sana tahkek kitab kuning. Alhamdulillah.
Ya Allah, Walaupun Abuya Doktor telah tiada. Kami tetap membutukan pengganti beliau. Membutuhkan lampu pelita bagi kehidupan. Supaya Aceh ini Aman, Damai, dan Tentram dalam I’tikad Ahlisunnah Wal jamaah dan Mazhab Syafi’iyah. Amin Ya Rabbal A’Lamin.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kiamat Kecil Sebelum Kiamat Besar"
Posting Komentar