بسم الله الرحمن الرحيم
Kritikan para pengarang kitab dengan pengarang yang lain itu soal biasa. Kritik bukan untuk menyalahkan tetapi untuk membetulkan. Karena analisan para ulama sudah cukup mendalam. Jadi apa yang dituliskan bukan sekedar tulis—saja. Tulisannya bermamfaat dan dapat dimamfaatkan.
Bukti ini terlihat dari kritikan Tgk Kalyubi dan Mahalli. Keduanya mengkritisi imam Nawawi. Imam[kita] dalam mazhab imam syafi’i. Dan ini menjadi menarik karena yang ”bermain” disini semuanya adalah ulama-ulama tenar.
Lihat kitab Kalyubi dan Umayrah hal 125, jilid 4. semarang!.
Imam Jalaluddin Al-Mahalli mendapatkan ibarat Matan minhaj terjadi ”sabkul kalam.” penyebabnya karena matan minhaj mengikuti imam Rafi’i. Jadi ibarat dalam kitab Rafi’i disesuaikan oleh imam An-Nawawi. Akhirnya yang lebih pantas dikritik adalah imam Rafi’i bukan imam Saya__seolah-olah ini ungkapan Imam Nawawi.
Dalam tatana: biasanya imam Nawawi men-tarjeh kaul Iraqi. Sedangkan pada masalah dihalaman ini sudah berbeda. Imam nawawi memperkuat pendapat yang didukung oleh satu orang ulama;Tgk Baghwi.
Jadi, dalam sistim pengkritikan ini sangat sopan dilakukan. Sebenarnya orang yang mengkritik mengedepankan kaedah yang ditemukan. Kaedah ini dipasang dan dianalisis sedemikian rupa sehingga bila terjadi yang menyeleweng menurut pandangannya langsung dikekang.
Memang sebagaimana apa yang terdapat dalam kitab lataiful Isyarah: “mengkritik mudah; Al-Khatbu Sahlon.” cobalah kita belajar menulis dari ulama-ulama dahulu. Bagaimana mereka halus dan mendalam dalam menuliskan ilmu agama. Tujuannya semata-mata karena Allah swt. Hendaknya kita mengikuti jejak mereka. n kaedah imam Nawawi mengistimbat Hukum, Almukarram Tgk. Abang menjelaskan
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Orang Hebat Saja Dikritisi, apalagi kita!. [kritik mudah--nulis susah]"
Posting Komentar