بسم الله الرحيم الرحيم
Banyak sudah pengalaman kita di dayah dalam kompleksitas ilmu. Pagi hari berada di ruangan ilmu. Siang hari juga berada di relungan ilmu tak luput dari lembaran ilmu di sore hari. Namun apa yang kita dapatkan?
Terobsesi dari itulah maka sudah sepatutnya kita menuliskan ilmu yang di dapat dari guru di balai. Ilmu akan hilang tanpa di tulis. Percaya atau tidak ini merupakan bukti nyata penulis sendiri. "Bila anda ingin ilmu yang di dapatkan langgeng maka tulislah.” ucap penulis sukses.
Bahkan, dengan menulis dapat membentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Kita di hadapkan pada persoalan mendidik diri sendiri. Dari pada dididik oleh orang lain kan lebih baik mendidik diri sendiri. Kemampuan ini juga menjadi sebagai motifasi bagi diri sendiri untuk memberikan suapan rohani untuk pribadi.
Ilmu kita ibarat pakaian di tubuh. Bila tidak di pakai maka pakaian akan kusut sendiri dan berbau tidak sedap lagi di lemari. Namun bila di pakai ia akan mengundang keindahan bagi sang pemakai baju. Begitu juga dengan menulis. ilmu yang ada di dalam dada adalah untuk pengabdian diri kita kepada orang lain.
Lihat saja bagaimana pengabdian yang di berikan oleh seorang guru kepada muridnya. Beliau menciptakan pakaian siap jadi kepada anak-anak masa depan. Ulama kadernya di didik menjadi kader yang mampu berkompetisi lewat apa saja dengan orang lain. Termasuk dengan menulis.
Sekarang ini masih banyak ilmu dalam kitab yang kita jumpai belum kita tuliskan. padalah tulian di dalam kitab amatlah berbobot. Ini memang keadaan yang perlu di warnai dengan menulis. bukan hal yang anyal lagi bagi kita untuk menulis. tuliskan apa saja yang di dapatkan sebagai bahan ilmu kemudian ingat apa yang telah kita tuliskan sebagai pertanggung jawaban ilmu pada diri kita sendiri.
Makin banyak tulisan kita maka makin mengangkat sebuah jati diri bangsa dan agama kita. Ingatkan saudara bagaimana ilmu agama sampai kepada tangan kita sekarang. Apa yang kita buka siang dan malam. Kitab bukan?.
Nah, disisi lain kitab juga mengajurkan kita untuk menulis. namun dia bukan benda hidup sehingga perkataannya kita dengarkan. Ia Cuma sebentuk warisan mati yang tidak akan hidup bila tidak ada orang yang menghidupinya. Bagaimana caranya. Tentu dengan cara mengajarkan ilmu dan juga menuliskan dalam konteks pemahaman yang telah di berikan oleh guru kita kepada kita. Inilah konsep untuk menulis.
Kemudian ingatlah bahwa menulis merupakan membuka lembaran baru bagi kehidupan kita. Membuka cakrawala pandangan kita terhadap kebenaran yang telah di berikan oleh kitab kuning. Memberikan asumsi kebenaran tersebut sesuai dengan kemampuan setiap peribadi. Dan bila di kumpulkan kelak akan melahirkan konsepsi baru dalam hal menulis. makin lama kita makin terasah dengan kebiasaan tersebut. Sehingga akan menjadi guru bagi pembacanya.
Sadar ataupun tidak tanpa menulis kita akan mengeram ilmu itu bukan menjadi telur. Bahkan sayang bila telur yang di erami tidak membuahkan hasil yang maksimal. Siapkan ilmu dari diri untuk menjadi orang yang bisa berbagi. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Makanya tangan kita ini haruslah memberi sesuai dengan kemampuan kita sendiri. Kita di hadapkan oleh dua polemik besar antara malas dan tidak punya waktu.
Sebenarnya waktu itu bisa di curi-curi. Kesempatan itu ada kalau kita yang adakan. Ia tidak ada sendiri kalau tidak di usahakan oleh diri sendiri. Makin akurat sebuat ilmu maka tulisan kita juga bersandarkan kepada keakuratan tersebut.
Untuk mengakuratkan ilmu kita di hadapkan untuk banyak mengutip pendapat ataupun alasan lain yang di sampaikan oleh orang-orang yang terdahulu. Kitab kuning banyak sekali menggambarkan alasan-alasan yang dapat di jadikan sebagai pedoman untuk menempuh ide yang ingin kita tuliskan.
Sebenarnya sudah ada bahan yang sangat komplit dalam diri manusia untuk menuliskan ilmu. Apalagi di dalam kitab kuning bukan hanya ilmu agama saja yang di sediakan. Ilmu apapun ada. Ilmu filsafah, ilmu giografi. Matematika dan fisika juga terdapat disini. Buktinya kalau kita baca dari apa yang telah di tuliskan oleh orang lain dalam disiplin ilmu yang telah di sebutkan saat kita cocokkan sangat tepat dengan konteks dalam kitab. Namun karena kurang kita akulturasikan maka mengakibatkan ilmu itu menjadi warisan saja.
Menulislah sebelum kesempatan itu di ganti oleh rasa menyesal. Ilmu yang di dapat hari ini tidak akan di dapatkan esok lusa. Ini perlu di camkan. Walaupun di dapatkan namun tidak akan sama kapasitasnya dengan yang di dapatkan kemarin. Mungkin kemarin ada yang lebih untuk di adopsi dengan hari ini maka akan sangat mustahil untuk menyemainya lagi kalau tidak di tulis.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Menulislah.."
Posting Komentar