بسم الله الرحمن الرحيم
Pada malam kamis [10/3-2011] banjir melanda kota tangse. Sedangkan pada jum’at[11/3-2011] gempa berkekuatan 8,9 skala richter menggoyangkan kota jepang. Inilah yang namanya ”alam sudah bosan?” kata penyanyi terkenal.
Sebagai umat islam kita tercambuk membaca berita seperti ini. akankah kita mengingat bahwa ini adalah akibat dosa kita?. Apakah ini memang fenomena Alam sehingga tidak perlu mengaitkan datangnya dari Allah swt?. Sejauh itulah kita sekarang!. Tidak takut lagi pada Azab Allah swt.
Akh, diri kita ternyata telah kebal. Tidak ”luet tak” lagi. Bencana yang datang menjadi fenomena menarik. Apalagi setelah selamat dari gempa. Takjub, heran dan senang bisa merasakan indahnya gempa merupakan hal luar biasa. Apakah kita sudah peka dengan azab dari Allah swt?.
Teringat surah mengaji pada Almukarram Tgk Abang tadi pagi [kamis, 12/3-2011]. Dalam kitab tafsir jalalain 2 beliau ”menyurahkan” tentang kedatangan 3 orang malaikat kepada Nabi Ibrahim as. Beliau menjamu ketiganya dengan makanan. Tamu ini tidak makan sedikitpun makanan yang dihidangkan. Sehingga menumbuhkan sebenih keheranan didalam hati Nabi Ibrahim. Beliau tidak tahu bahwa itu malaikat.
Sehingga diceritakanlah asal usulnya. Salah satu dari tiga orang tersebut ada malaikat Jibril as. Rupanya ketiganya baru pulang dari satu perkampungan Nabi Luth. Kampung Nabi Luth as telah dilanda azab yang besar. Kampung tersebut dibalik oleh malaikat seperti piring dibalikkan dengan tangan.
Penduduknya telah bermaksiat kepada Allah swt. Disitu ada Nabi yang memberikan petunjuk kebenaran. Disitu ada Rasulullah yang menyampaikan ajaran mengesakan Allahs swt.
Nabi Luth disuruh keluar oleh para malaikan. Perjalanan yang diperintahkan menuju ke Syam. Anaknya berjalan didepan dan Nabi berjalan dibelakang. Peringatan malaikat: ”jangan sekali-kali menoleh kebelakan.” alasannya karena azab dibelakang mereka sangat dahsyat. Sedahsyat Stunami di Acehkah, di Jepangkah?.
Bukan stunami. Tetapi bumi dibalikkan sekejap mata. Tidak terasa sedikitpun oleh masyarakat malam itu. Ketika itu manusia sedang tidur pulas. Pekikan manusia hancur semata-mata karena dosa. Simbah darah kematian tidak meninggalkan sebulupun gerak mata. Tanah dulunya yang dipenuhi berlusin rumah rata dengan tanah.
Sekarang, disamping kita ada ulama. Kita melakukan kegiatan bukan seenaknya. Ada yang diharamkan ada ada yang diwajibkan. Kewajiban seperti salat lima waktu, bayar zakat, berhaji dan puasa. Manusia sudah menjauhkan diri dengan ulama. Anak-anaknya tidak dididik lagi ilmu agama.
Tidak mungkin bumi di tangse mengalirkan air bandan sendiri. Masak disitu alam berontak sedangkan di kota sampingnya tidak berontak. Tak adillah.
Tidak mungkin bumi di Jepang gatal-gatal. Sehingga geser-geser tubuhnya sedikit biar gedung-gedung bergoyang menggaruk bumi yang gatal.
Anehnya, bencana Alam disalahkan manusia juga. Yang ingin terus ’hidup modern.” berhentilah merusak alam. Dan perlu ditambahkan lagi berhentilah ”hidup dalam kejahilan.”
Hom hai!. [entahlah!]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Gempa, dosa dan Kita"
Posting Komentar